Kesetaraan gender dalam pembangunan di Indonesia telah menjadi harapan berbagai pihak. Tidak saja kelompok-kelompok perempuan, baik yang berada dalam lembaga –lembaga Negara seperti legislative dan eksekutif, tetapi juga telah menjadi kepedulian Forum Parlemen untuk Kependudukan dan Pembangunan dengan menyelenggarakan Seminar dengan tema : Peran Anggota Parlemen Laki-laki dalam Pencapaian Kesetaraan Gender yang diselenggarakan di gedung DPR-RI pada tanggal 2 Juli 2012 yang lalu.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih kurang 257 juta, dimana penduduk laki-laki dan perempuan proporsinya hampir sama. Jika penduduk laki-laki dan perempuan sama majunya, maka akan memberi kontribusi positif terhadap kualitas penduduk dan kualitas Sumber Daya Manusia. Tetapi sebaliknya, jika salah satu saja yang maju, misalnya laki-laki saja, konsekwensinya tentu ukuran kualitas manusia Indonesia akan berada di titik bawah.
Dengan alasan ini, kesetaraan gender terus diupayakan, bahkan kebijakan pembangunan saat ini menempatkan pengarusutamaan gender sebagai salah satu strategi pembangunan. Pengarusutamaan gender (PUG) adalah strategi perlaksanaan pembangunan yang berspektif gender yaitu memperhatikan situasi, posisi dan kedudukan laki-laki dan perempuan secara setara adil dan setara.
Secara konseptual strategi perlaksanaan pembangunan yang berspektif gender melalui PUG ini cukup mantap, namun sulit direalisasikan. Hal ini terbukti dari hasil analisis Pembangunan Jangka Menengah yang menunjukkan adanya kesenjangan gender dalam berbagai bidang pembangunan,baik politik, ekonomi, social dan budaya. Di bidang politik, partisipasi perempuan masih rendah. demikian pula akses perempuan terhadap jabatan public. Di bidang ekonomi, kemiskinan di Indonesia masih berwajah perempuan dan di bidang social budaya, masih rendah kesiapan perempuan dalam mengantisipasi bencana alam, konflik social dan serangan penyakit.
Rendahnya pencapaian upaya kesetaraan gender dimungkinkan budaya patriarchi yang masih membungkus masyarakat kita, bahkan lembaga Negara seperti di Parlemen budaya patriarchi masih kental, sementara produk legislasi yang berbasis gender sangat penting untuk mencapai kesetaran dan keadilan gender. Produk legislasi mampu menjawab ketimpangan gender dan mampu memberi perlindungan terhadap perempuan.
Karena mayoritas anggota parlemen adalah laki-laki, maka dukungan parlemen laki-laki ini akan sangat besar kontribusinya dalam pencapaian upaya kesetaraan gender. Dengan fungsi dan peran sebagai anggota Parlemen, maka hal-hal yang bias gender akan dapat terselesaikan baik secara structural maupun cultural.
Namun, harapan di atas dapat kandas, karena pemahaman anggota parlemen tidak merata soal keadilan dan kesetaraan gender. Sebagaian anggota DPR masih belum paham konsep kesetaraan gender, bahkan konsep gender saja masih controversial. Padahal pemahaman yang tepat tentang konsep gender adalah kunci bagaimana produk legislasi dihasilkan.
Secara terminology, konsep gender memang berasal dari Barat, tetapi secara fenomena, ketidak adilan dan kesetaraan gender telah merupakan realitas yang ada dalam kehidupan masyarakat dan sayangnya dipandang bukan sesuatu persoalan. Ketika bicara tentang kemajuan dan kesejahteraan penduduk laki-laki dan perempuan, kualitas hidup perempuan masih rendah yang tercermin dari index Pembangunan Manusia (IPM).
Nilai-nilai kesetaraan gender bukan hanya sebagai pengetahuan tetapi telah merupakan kebutuhan dalam pembangunan bangsa. Sudah saatnya, laki-laki, baik pejabat publik maupun tokoh-tokoh masyarakat ikut terlibat dalam upaya pencapaian kesetaraan gender.
Recent Comments